Hiduplah Indonesia Raya (1)

Immanuela Asa Rahadini
2 min readAug 17, 2022

Esai ini adalah bagian pertama dari rangkaian esai “Hiduplah Indonesia Raya”.

Kalau diperhatikan, lirik lagu “Indonesia Raya” punya dua motif yang konsisten — tentang tanah (kondisi fisik/geografis negara) dan manusia. Lagu kebangsaan kita ini menggambarkan hubungan sebuah negeri dengan warga negaranya. Tapi di antara dua motif ini, “tanah” jelas menempati posisi yang lebih istimewa: sebagai sumber identitas “Indonesia”, sebagai sumber penghidupan Orang Indonesia, sebagai tujuan hidup Rakyat Indonesia.

Saya akan bahas secara singkat ketiga poin ini menggunakan setiap stanza dalam “Indonesia Raya”. Saya harap di akhir serial ini, pembaca dapat 1) mengenal bahwa ada tiga stanza dalam lagu “Indonesia Raya”; dan 2) menyadari bahwa stanza kedua dan tiga sangat penting sebagai latar belakang dari stanza pertama.

Photo by Anggit Rizkianto on Unsplash

Sumber identitas
Sebelum ada yang namanya ‘rakyat’, ‘orang’ Indonesia, Indonesia sebagai sebuah lanskap dan realita geografis sudah ada terlebih dahulu. Kita lihat di stanza kedua:

Indonesia, tanah yang mulia
Tanah kita yang kaya

Suatu frasa pernyataan empiris: “Tanah yang mulia”, “tanah yang kaya”. Ini merupakan suatu pernyataan tanpa basa-basi untuk diketahui, direnungkan, dan dirayakan oleh yang menyanyikannya. Indonesia dirahmati dengan kelimpahan materi — zonder turut campur orang, penjajah, pendatang. Sebelum/tanpa perlu ada ‘orang Indonesia’, negeri ini kalau ditanami bisa dituai, digali ada yang ditambang. Jadi poin pertama saya, identitas terutama Indonesia, seperti yang difahami dan diaminkan para pendiri bangsa, adalah suatu negara yang sangat diberkati. Maka dari itu, pantaslah stanza kedua menyatakan tanah Indonesia sebagai “tanah pusaka”, anugerah yang amat besar yang patut disyukuri dan dijaga baik-baik.

Selain pernyataan empiris mengenai kerahmatan Indonesia dari segi material, stanza ketiga mengulik spiritualitas tanah Indonesia:

Indonesia, tanah yang suci
Tanah kita yang sakti

Saya tidak cukup klenik untuk bisa tahu apa benar tanah Indonesia “suci” dalam artian perlu diziarahi, dan “sakti” dalam artian bertuah atau punya kekuatan gaib. Kalau kita lihat di KBBI, “suci” berarti “bebas dari dosa/noda” atau “murni”; sementara “sakti” berarti “menang melampaui kodrat alam”. Menurut saya, kesucian dan kesaktian yang dimaksudkan WR Supratman menggambarkan harkat dan martabat tanah Indonesia sejatinya, kendati tengah diinjak dan didera penjajah pada saat itu. Layaknya sebuah doa, frasa ini menjadi pengingat bahwa tanah Indonesia layak untuk merdeka dan menjadi tempat di mana rakyatnya bisa berdikari. Walau sedikit canggung untuk pembaca modern seperti saya “Indonesia, tanah berseri” di stanza yang sama kurang lebih adalah suatu penegasan tentang keberhargaan tanah Indonesia, walau sudah lama/masih saja dijajah: “betul sekali, Indonesia sangat indah!”

Baca bagian kedua di sini.

--

--

Immanuela Asa Rahadini

I am interested in politics, Christianity, Southeast Asia, cultures. A mildly spicy person.